Keadaan geografis Kabupaten Sumenep yang terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan, seharusnya mampu memberikan keuntungan secara ekonomi karena memiliki kekayaan alam seperti perikanan, gas alam, minyak, dan pariwisata bahari. Sebagai gambaran, tambang minyak di Sumenep per harinya menghasilkan 11,74 juta barrel minyak dan kondesat, serta 947 juta kaki kubik gas. Tambang migas yang berlokasi di lepas Pantai Camplong tersebut diperkirakan bisa dioperasikan 6-8 tahun dengan kapasitas produksi 20.000 barrel per hari. Minyak dan gas alam Sumenep mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan wilayah lain di Jatim (Sumber: Dewan Pembangunan Madura).
Sementara produksi perikanan tangkap dan budidaya perairan umum Sumenep mencapai 7. 800 ton per tahun. Sumenep juga kaya ladang garam dan sari air laut (SAL), diperoleh dari sisa pembuatan garam yang mengandung multi mineral untuk bahan produksi Nigarin. Ironisnya kekayaan tersebut tidak banyak menyumbang bagi perekonomian masyarakat setempat.
Sebagai ilustrasi, jumlah penduduk Sumenep tahun 2008 sebesar 1.078.315 jiwa dengan 145.788 rumah tangga yang masuk dalam katagori miskin. Penduduknya yang miskin 371.422 jiwa, sebagian besar menetap di Sumenep Kepulauan.
Jika dikaji lebih dalam terdapat beberapa aspek yang menyebabkan terpeliharanya kemiskinan masyarakat di pesisir, di antaranya, kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin. Banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan di pesisir bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Demikian pula kondisi bergantung pada musim sangat berpengaruh pula pada tingkat kesejahteraan nelayan. Akibat anomali iklim dalam tiga tahun terakhir ini, waktu melaut nelayan hanya 180 hari dalam setahun. Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang digunakan berpengaruh pula pada cara menangkap ikan. Sementara keterbatasan dalam pemahaman teknologi, menjadikan kualitas dan kuantitas tangkapan tidak mengalami perbaikan. Di Lekok, Kabupaten Pasuruan misalnya, perolehan hasil tangkapan nelayan rata-rata hanya 10 kilogram per hari yang dibeli pedagang Rp 120 ribu. Hasil penjualan ikan tersebut setelah dipotong biaya BBM Rp 50 ribu, kemudian dibagi dua dengan pemilik perahu, sisanya Rp 35 ribu dibagi rata 5 ABK. Kondisi lain yang turut berkontribusi memperburuk tingkat kesejahteraan nelayan adalah kebiasaan atau pola hidup konsumtif. Umumnya masyarakat pesisir ketika hasil tangkapannya sedang baik, akan menghabiskannya dalam waktu singkat. Sebaliknya ketika paceklik peralatan apa saja di rumah akan dijual dengan harga murah. Di sisi lain pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan pesisir selalu beriringan dengan kerusakan lingkungan dan habitat seperti terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun. Parahnya kerusakan ekosistim pesisir, semakin memengaruhi kuantitas hasil tangkapan nelayan. Masalah kemiskinan masyarakat pesisir pada dasarnya bersifat multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan rekayasa sosial, bukan solusi secara parsial.
Kekayaan Alam Sumenep
byOnlaon
-
0
Komentar
Onlaon
Masa depan yang cerah selalu tergantung pada masa lalu yang di lupakan. Kita tidak dapat meneruskan hidup dengan baik jika tidak melupakan kegagalan dan sakit hati di masa lalu.
Posting Komentar